Entri yang Diunggulkan

Catatan umar bakri

 Kelas pagi Pendidikan perlu bersandar pada sistem among yang berpegangan pada Kodrat Alam dan Kodrat Zaman. Konsep Kodrat Alam menyatakan b...

Kamis, 18 Januari 2024

Di bawah pohon sawo

Catatan di bawah pohon Sawo

Berseragam sekolah, pemuda itu dengan pelan mengayuh sepeda peninggalan ayahnya menuju tempat di mana ia hendak belajar. Meski sudah berkarat dan terlihat sangat usang ia sama sekali tidak mempedulikannya. Malu dengan apa yang ia punyai, baginya, akan menjadi penghalang pertama sebelum melangkah menuju cita-cita.

Yang dipedulikan oleh pemuda itu hanya ada satu. Bagaimana cara agar bisa melanjutkan sekolah di jenjang yang lebih tinggi meski tanpa biaya dari orangtua.

"Uihh, senyumnya!"

Mendengar seruan itu, seperti biasa, ia tetap tenang dan terus mengayuh sepeda tuanya melintasi gadis-gadis berjilbab yang berjalan berbarengan menuju arah yang sama. Sebelum akhirnya sampai di depan pintu gerbang dan masuk berdesakkan menuju halaman sekolah.

"Ayo! Cepat!"

Beberapa detik kemudian pintu gerbang sekolah pun ditutup oleh si Penjaga.

Pemuda itu membelokkan sepedanya ke arah timur. Kemudian menyandarkannya tepat di teras samping kiri kelasnya.

"Yan, kamu udah hafal?"

Pemuda itu hanya tersenyum. Satu pertanyaan dari teman sekelasnya itu tidak lantas membuat dirinya bingung.

"Lihat aja entar."

Begitulah! Pemuda itu setiap detiknya selalu menampakkan ketenangan dirinya, seolah tidak pernah menanggung beban sama sekali. Senyum yang menghias rapi bersama gigi-gigi putihnya juga tidak pernah berhenti ia suguhkan di depan semua teman-temannya.

"Hellehh! Entar juga senyum-senyum berdiri di depan kelas." Laila berucap sambil tertawa, mengejek pemuda itu, kemudian diikuti oleh teman-teman lainnya.

"Eh, Pak Qomar udah datang!"

Kholid tiba-tiba masuk kelas dan segera meletakkan satu buku yang tadi ia bawa di atas mejanya. Kemudian diikuti oleh Mufid.

Pak Qomar pun masuk kelas dan duduk di meja depan. Usai mengucapkan salam, ia bertanya, "Gimana, udah hafal semua?"

Untuk sesaat semua penghuni kelas terdiam.

"Mufid?"

"Udah, Pak."

"Jihad?"

"Sepertinya udah, Pak."

"Laila?"

"Saya udah siap, Pak."

"Udah siap apa, kamu itu, Laaa? Yang jelas doong!" Pemuda itu menyela.

Sepontan, suara cekikikan dari penghuni kelas lepas satu persatu. 

"Semua, diam!"

Setelah berteriak, kedua mata Pak Qomar melotot ke arah pemuda itu.

"Kamu, Biyant! Apa udah hafal?"

"Biyant udah siap kok, Pak!" Sontak, semua teman pemuda itu menjawab bersamaan dengan jawaban yang sama kepada Pak Qomar. Seperti halnya sedang latihan paduan suara. Begitu kompaknya.

Sedangkan pemuda itu hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya. Mungkin ada kutu yang menari-nari di sela-sela rambut klimisnya.



0 komentar:

Posting Komentar