Jejak pejalan
Desember itu Anaphalis Javanica tak berbunga di hamparan Savana, Desember itu rintik hujan membiarkan manusia merasakan keberadaannya, Desember itu kau dan aku jatuh seperti tangkai-tangkai Eidelweis di lereng gunung
Aku merindukan malam dingin di antara serakan bintang, Karena saat itu kau ada dan menyelimutiku di balik bukit-bukit yang berembun, merindukan badai yang seolah-olah begitu benci kepada kita
Karena saat itu jiwamu ada memelukku dalam kehangatan, Aku merindukan senandung angin di tebing-tebing curam yang saling bercumbu
Kupaksa kakiku melangkah kembali, setapak demi setapak, Kupaksa pundakku mengangkat beban yang terasa semakin berat, Kupaksa mataku untuk tetap dapat melihat ke depan, Kupaksa kesadaranku untuk tetap menjagaku, Dan kupaksakan semuanya untuk menguji batas kekuatanku
Akan tersimpan jelas di sudut memori, Ketika kaki ini pertama kali berada di atas awan
Ketika mata ini pertama kali melihat batas cakrawala, hati ini tiada henti mengucapkan kekaguman padaMu, Ketika ikhlasnya cinta itu merangkai harmoni dengan deru badai di malam tadi
Sejenak aku merenung betapa aku hanyalah sampah dalam luasnya kuasa Tuhan, Aku bukan siapa-siapa nurani telah membawaku ke jalan setapak ini untuk bertadabbur.
#jalanlurus
0 komentar:
Posting Komentar