Entri yang Diunggulkan

Catatan umar bakri

 Kelas pagi Pendidikan perlu bersandar pada sistem among yang berpegangan pada Kodrat Alam dan Kodrat Zaman. Konsep Kodrat Alam menyatakan b...

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 04 Desember 2013

KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ?

Oleh: Jihadur rahman
Pendamping UPPKH Kab. Lamongan
 
Sebelum kita berbicara lebih lanjut, ada baiknya kita selintas memahami apa sesungguhnya konsep kemiskinan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Konsep “pemberdayaan” (empowerment) telah mengubah konsep pembangunan dan sekaligus strategi bagaimana mengentaskan kemiskinan khususnya di pedesaan. Perubahan ini sering disebut orang sebagai perubahan paradigma atau serangkaian perubahan mulai dari tataran konsep, teori, nilai-nilai, metodologi sampai ke tataran pelaksanaannya. 
Perubahan ini telah mempengaruhi isi Laporan Indeks Pembangunan Manusia (Human Index Development) yang setiap tahun dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).  Organisasi ini  menyatakan “pembangunan seharusnya dianyam oleh rakyat bukan sebaliknya menjadi penonton pembangunan dan seharusnya pula pembangunan memperkuat rakyat bukan justru membuat rakyat semakin lemah”.
 
Pemberdayaan menjadi konsep kunci untuk menanggapi kegagalan pelaksanaan pembangunan selama ini.  Sejak dicanangkan konsep pembangunan pada akhir masa perang dunia kedua,  ternyata pembangunan membuat orang semakin miskin atau jumlah orang miskin semakin banyak. Gagasan modernisasi pun rontok karena tidak mampu meneteskan hasil- hasil pembangunan kepada kelompok masyarakat termiskin, pun semakin diakui bahwa pemerintah ternyata tidak mampu mengentaskan kemiskinan dan konyolnya pembangunan juga merusak lingkungan hidup.
 
Sedangkan Chambers (1983) berpandangan kemiskinan umumnya ditandai oleh isolasi – berlokasi jauh dari pusat-pusat perdagangan, diskusi dan informasi, kurangnya nasehat dari penyuluh pertanian, kehutanan dan kesehatan serta pada banyak kasus juga ditandai dengan ketiadaan sarana bepergian.  Kelompok masyarakat miskin amat rentan karena mereka tidak memiliki sistem penyangga kehidupan yang memadai. Kebutuhan kecil dipenuhi dengan cara menggunakan uangnya yang sangat terbatas jumlahnya, mengurangi konsumsi, barter, pinjam dari teman dan pedagang. Mereka juga mengalami ketidakberdayaan yang ditandai dengan diabaikannya mereka oleh hukum, ketiadaan bantuan hukum bagi mereka, kalah dalam kompetisi mencari kerja dan mereka pun tidak memperoleh pelayanan publik yang optimal.
 
Kemiskinan kemudian lebih ditafsirkan sebagai suatu kondisi ketiadaan akses pada pilihan-pilihan dan hak-hak yang seharusnya melekat di bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan lingkungan hidup.
Dalam pengertian yang lebih generik, pemberdayaan komunitas berarti penguatan makna dan realitas dari prinsip-prinsip inklusivitas (seperti bagaimana melibatkan para pihak yang relevan dalam suatu proses), transparansi (keterbukaan), akuntabilitas (yang memberikan legitimasi pada setiap proses pengambilan keputusan). Konsep ini melampaui hiruk pikuk masalah pembangunan dan demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan partisipasi tetapi bagaimana memberikan kesempatan pada anggota komunitas (termiskin, terpinggirkan) untuk memahami realitas lingkungannya (sosial, politik, ekonomi, politik, dan kebudayaan) dan merefleksikan faktor-faktor yang membentuk lingkungan mereka dan menentukan langkah- langkah perubahan untuk memperbaiki situasi mereka.
 
Pemberdayaan sebagai strategi pengentasan kemiskinan harus menjadi proses multidimensi dan multisegi yang memobilisasi sumberdaya dan kapasitas masyasrakat.  Dalam hal ini, pemberdayaan tidak lagi menjadi sesuatu yang teoritis melainkan menjadi alat untuk memutar-balikkan proses pemiskinan. Menemu kenali elemen-elemen atau kondisi yang dibutuhkan bagi pemberdayaan menjadi kebutuhan utama dalam memahami manifestasi konkrit pemberdayaan di tingkat basis.  Elemen- elemen pemberdayaan termasuk diantaranya, Swadaya dan otonomi lokal dalam proses pengambilan keputusan masyarakat di tingkat desa, dan partisipasi demokrasi langsung dalam proses kepemerintahan representatif yang lebih luas.  Ini akan memungkinkan masyarakat menggunakan kapasitasnya untuk memanfaatkan jasa informasi, berlatih memikirkan masa depan, melakukan eksperimen dan inovasi, berkolaborasi dengan orang lain, dan mengeksploitasi kondisi-kondisi serta sumberdaya-sumberdaya baru; Penyediaan ruang bagi masyarakat untuk menegaskan kebudayaan serta kesejahteraan spiritualnya, dan pembelajaran sosial yang bertumpu pada pengalaman, termasuk pengungkapan dan penerapan kearifan lokal, di samping pengetahuan teoritis dan ilmiah; Akses terhadap tanah dan sumberdaya lainnya, pendidikan untuk perubahan, dan fasilitas perumahan serta kesehatan; Akses terhadap pengetahuan dan ketrampilan (dari dalam maupun dari luar) untuk mempertahankan kekayaan alam secara konstan dan kapasitas alam menerima buangan; kedua, akses terhadap latihan ketrampilan, tehnik- tehnik pemecahan masalah, dan teknologi serta informasi tepat guna yang ada, sehingga pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki bisa dimanfaatkan; dan ketiga, partisipasi dalam proses-proses pengambilan keputusan oleh semua orang, terutama perempuan dan kelompok-kelompok yang pinggiran. Elemen-elemen pemberdayaan di atas merupakan apa yang dibutuhkan untuk memungkinkan terjadinya perubahan.
Pembangunan yang bertumpu pada komunitas hendaknya berakar pada prinsip-prinsip berikut,  kedaulatan, kebebasan, dan demokrasi melalui partisipasi politik yang luas. Komunitas lokal mengontrol sendiri sumberdayanya dan memiliki akses memadai pada informasi. Membangun suatu sistem nilai yang konsisten sesuai dengan perikehidupan komunitas dan hubungan mereka dengan alam dan sumberdayanya. Membangun semangat gotong royong di antara anggota komunitas untuk membangun masa depan bersama.
 
Pemberdayaan pada akhirnya memberikan kepada komunitas yang paling miskin dan terpinggirkan kapasitas yang sesungguhnya agar mampu menyesuaikan diri dengan  perubahan lingkungan baik sebagai masyarakat maupun komunitas. Transisi ini membutuhkan kesadaran sosial, partisipasi sosial yang lebih tinggi, pemanfaatan pemahaman baru atas proses ekologi perubahan dan pembaruan diri. Tekanan terbesar dalam proses pemberdayaan dalam pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan adalah pemberdayaan sosio-ekonomi, pemberdayaan politik, pemberdayaan pendidikan, pemberdayaan teknologi dan pemberdayan kebudayaan atau spiritual. Pemberdayaan sosio-ekonomi ini akan mendorong individu dan komunitas memperoleh tanggung jawab bersama menentukan masa depannya dan menjadi manajer perubahan yang diinginkan.
Kesimpulannya pemberdayaan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana masyarakat memiliki kapasitas untuk memanfaatkan akses dan pilihan-pilihan seperti ruang kebudayaan dan spiritual, pengakuan dan validasi pada pengetahuan lokal,  pendapatan, kredit, informasi, training, dan partisipasi pada proses pengambilan keputusan.
 
Dalam usaha mengentaskan kemiskinan di pedesaan, selama ini telah ada tiga strategi yakni (1) strategi pusat-pusat pertumbuhan yang mendorong investor membangun industri di wilayah-wilayah tertentu agar generasi pencari kerja tertarik ke pusat pertumbuhan ini, (2) strategi pemukiman kembali, dan (3) pembangunan desa terpadu. Ketiga pendekatan ini telah gagal melakukan pemberdayaan rakyat miskin dan mengentaskan kemiskinan. Karena, mereka tidak memiliki suatu proses untuk belajar dari kaum termiskin tentang kebutuhan, aspirasi dan pengetahuan mereka. Ketiga pendekatan di muka pun gagal memberikan peluang kepada kaum miskin masalah dasar mereka. Pemberdayaan bukan mengulang kesalahan 3 strategi di muka!